MKI


LAPORAN MASYARAKAT & KEBUDAYAAN INDONESIA
“PERANTAUAN DARI SUMATERA UTARA”

OLEH :
DENIS BASKORO (13040112140069)
RUTH PRETTY (13040112140070)
FIRDA AMALIA (13040112140086)
KELAS : D

FAKULTAS ILMU BUDAYA
ILMU PERPUSTAKAAN 2012


BAB I
PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG
Suku batak termasuk yang belakangan melakukan aktivitas merantau. Tetapi perkembangan aktivitas merantau suku batak terhitung pesat. Sekitar satu abad lebih keluar secara cukup masif dari kampung halaman yang indah di tepian danau Toba. Diaspora Batak yang cukup masif dimulai pada penghujung abad 19 atau awal abad 20, dimulai dari menyebarnya mereka dari wilayah Tapanuli ke daerah sekitar, seperti Medan dan Deli karena berkembangnya perkebunan di wilayah tersebut. Seiring dengan pertambahan populasi yang cepat maka semakin pesat pula arus urbanisasi orang-orang dari Tanah Batak ke seantero nusantara. Pada masa sekarang ini dengan mudah menemukan orang Batak diberbagai tempat. Menurut sensus pada tahun 2006, jumlah perantau Batak mencapai 19,8 % dari jumlah populasi dengan puak Batak Toba sebagai yang terbesar dan yang terkecil dari puak Batak Pakpak. Bagi orang-orang dari suku Batak merantau bertujuan untuk meraih kehidupan yang lebih baik, berusaha bertahan di suatu daerah dan membentuk kehidupan baru di luar kampung halaman. Falsafah ini sukses dilakukan oleh orang Batak di perantauan terutama di wilayah Medan, Sumatera Utara serta beberapa kawasan didaerah selatan Aceh serta utara Sumatera Barat dan Riau, dan berbaur dengan masyarakat setempat dengan harmonis.Makna kekerabatan buat orang Batak itu memang sangat luas. Kekerabatan tidak hanya tercipta karena pertalian darah, tetapi juga karena pertalian marga dan perkawinan. Martogi mengenang ketika pertama kali merantau ke Jakarta ia mencari saudara di gereja dan lapo. Saudara yang ditemukan di perantauan itulah yang membantunya mendapatkan pekerjaan. Setelah itu, ia memberikan kabar ke kampung bahwa ia telah bertemu tulang-nya (paman). Jika si perantau berhasil, biasanya saudara atau teman sekampung akan datang menyusul. Dan, si perantau yang sukses wajib membantu. Itu sebabnya, orang Batak di perantauan terbiasa menampung pendatang Batak di rumahnya.
Tahun 1930, ada sekitar 1.300 orang Batak di Jakarta. Tahun 1963, jumlahnya berlipat menjadi 22.000 orang. Hasil sensus Badan Pusat Statistik tahun 2010 mencatat, jumlah orang Batak di Jakarta mencapai 326.332 orang. Kalau ditambah orang Batak di Bogor, Tangerang, dan Bekasi jumlahnya mencengangkan.
Menurut Castle, etnis Batak termasuk kaum perantau terbesar di Indonesia. Tahun 1930, sebanyak 15,3 persen orang Batak tinggal di luar kampung halamannya. Migrasi besar-besaran terutama terjadi setelah revolusi tahun 1945-1949. Mereka menangkap peluang pendidikan dan kehidupan modern. Awalnya, mereka merantau di daerah pesisir Sumatera. Selanjutnya, mereka menargetkan Jakarta.
Guru Besar Antropologi Universitas Negeri Medan Bungaran Antonius Simanjuntak menengarai, migrasi orang Batak keluar kampungnya didorong pandangan hagabeon (sukses berketurunan), hasangapon (kehormatan), dan hamoraon (kekayaan). Jakarta dipandang menjanjikan itu semua.
Budayawan Batak Togarma Naibaho mengatakan, orang Batak umumnya memang merantau untuk sekolah dan bekerja. Pendidikan anak menjadi ukuran keberhasilan orangtua. Kasarnya, orangtua Batak rela melakukan apa saja demi pendidikan anaknya, mulai dari jual kerbau sampai kebun. Tidak heran jika pendidikan orang Batak rata-rata tinggi.Tahun 1970-an, pendidikan perantau Batak di Jakarta rata-rata sudah SMA.
Dengan pendidikan tinggi, orang Batak bisa masuk ke berbagai posisi. Presiden Soekarno, misalnya, banyak melibatkan orang Batak dalam pembangunan. Salah seorang di antaranya adalah Friedrich Silaban, arsitek Masjid Istiqlal. Di zaman Gubernur Ali Sadikin, orang Batak dipercaya menjadi pimpinan di pos-pos pemerintahan. Belakangan, Ali Sadikin merekrut banyak sopir taksi, bus PPD, dan guru dari Tanah Batak.

1.2. RUMUSAN MASALAH
1.     Apa alasan  sebagian besar suku batak memilih Pulau Jawa sebagai tujuan perantauan mereka?
2.     Apakah budaya merantau sudah menjadi tradisi bagi suku batak?

1.3. TUJUAN
1.    Mampu melakukan penelitian tentang perantauan suku batak di Pulau Jawa
2.   Mampu mengembangkan sosialisasi antar sesama masyarakat Indonesia dengan perbedaan suku yang ada di Indonesia
3.    Menambah pengetahuan tentang budaya yang ada di Indonesia

I.4. METODE PENGUMPULAN DOKUMEN
Metode pengumpulan dokumen adalah wawancara.

Nara sumber                : Mutiara Pangaribuan
Fakultas/Jurusan          : Ekonomika & Bisnis / Management
Alamat kos                  : Jl. Sirojudin GG. Margoyoso No.45
Alamat Asal                 : Medan

Pertanyaan       : Kenapa mbak memilih kuliah di Jawa dari pada di Medan, sepengetahuan kita kalau
  pendidikan di Medan tidak kalah jauh bagusnya dibandingkan dengan pendidikan di Jawa ?

Nara sumber    : Dari semenjak SMA saya memang sudah ingin melanjutkan pendidikan di pulau
  Jawa. Memang benar pendidikan di Medan tidak kalah jauh dengan pendidikan di pulau Jawa, tetapi seperti yang kita ketahui kalau dari dulu orang-orang Medan kalau merantau ke pulau Jawa biasanya banyak yang menjadi berhasil. Berarti itu tandanya sistem pendidikan di pulau Jawa lebih baik dibandingkan dengan tempat tinggal asal saya.

Pertanyaan       : Berat atau tidak kalau jauh dari orang tua ? Ada tidak rasa rindu dengan orang tua ?
Jawaban           : Kalau rindu dengan orang tua itu sudah pasti. Tapi karna memang sudah niat ingin
belajar dan berhasil dipulau Jawa, jadi perasaan rindu dengan orang tua, mau tidak mau harus dihilangkan biar bisa serius belajar dengan fokus. Karena memang tujuan awal ingin membanggakan orang tua menjadi berhasil. Ya, semuanya itu butuh pengorbanan.

Pertanyaan       : Pengalaman apa saja yang sudah mbak dapatkan selama kuliah di Semarang ?

Jawaban           : Banyak pengalaman yang saya dapat di sini. Saya bertemu dengan teman-teman
baru, yang asalnya bukan dari pulau Jawa saja, tapi ada yang dari Sulawesi,   Kalimantan. Ya, ketemu banyak orang, bersosialisasi dengan banyak orang, saya dapat ilmu-ilmu baru yang bisa saya ambil dari mereka.

Pertanyaan       : Berarti mbak sudah merasa nyaman dan enjoy tinggal dipulau Jawa ?
Jawaban           : Iya, sudah nyaman tinggal disini.
Pertanyaan       : Emang benar kalau di Sumatera khususnya di Medan sudah dikenal dengan budaya
  merantaunya ? Karena, sepengetahuan kita Sumatera itu terkenal dengan tradisi  merantau. kebanyakan dari Medan banyak para remaja atau orang tua melanjutkan kuliah atau mencari pekerjaan dipulau Jawa. Menurut mbak itu benar atau tidak ?

Jawaban           : Kalau dibilang tradisi tidak juga, tidak semua orang yang ingin sukses itu ingin
  merantau, biasanya karena memang punya dasar keinginan untuk maju, maka  biasanya pergi ke pulau jawa untuk menjadi orang yang sukses dan terkenal seperti itu, sehingga banyak orang yang pergi ke pulau Jawa untuk menjadi orang yang sukses. Dan saya rasa orang berfikiran seperti itu sehingga banyak orang yang pergi ke pulau Jawa karena mereka berorientasi seperti itu.

Pertanyaan       : Apa benar dari suku batak kalau yang merantau tidak boleh kembali sebelum
  mereka sukses.

Jawaban           : Sebenarnya tidak bisa dibilang begitu juga, pada umumnya kan orang yang sudah
  merantau, pulang tidak membawa apa-apa itu sudah pasti memiliki rasa malu, mungkin itu yang membuat mereka menunda kepulangannya apabila belum berhasil.

Pertanyaan       : Kesan atau pesan mbak selama kuliah di Pulau Jawa apa saja ? Ada sisi negatif dan
  positifnya kuliah di Jawa ?

Jawaban           : Kesannya, saya senang tinggal di Semarang, kalau diliat dari sisi positifnya saya
  dapat temen baru, saya berkenalan dengan mereka, bersosialisasi dengan mereka, saya belajar bahasa baru, bahasa jawa disini, saya jadi tahu daerah-daerah di semarang ini, dimana saja tempat-tempat wisatanya. Diliat dari sisi negatifnya ya ada juga seperti saya harus beradaptasi lagi karena pada dasarnya sifat dan lingkungan di Semarang berbeda dengan tempat asal saya di Medan. Disamping itu juga saya harus menahan rasa rindu dengan orang tua dan keluarga saya di Medan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1       ISI
Sudah tidak asing lagi istilah merantau bagi suku batak. Mereka menganggap merantau adalah sebagai tradisi turun menurun dari nenek moyang mereka. Tapi ternyata tidak semua orang beranggapan seperti itu. Merantau adalah suatu keputusan besar untuk berpindah tempat dari tanah asli batak menuju kota-kota besar di Indonesia. Pulau Jawa adalah pulau terbesar yang dihuni oleh perantau dari suku batak.  Orang Batak di perkotaan mulai beradaptasi dengan masyarakat heterogen, sehingga pergaulan dengan suku lain mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. Sehingga secara sadar mereka akan mengubah kebiasaan dan tingkah laku mereka untuk bertahan hidup. Walau perbedaan begitu drastis dengan kampung halaman, orang Batak tetap memegang sistem nilai budaya yang menjadi tujuan dan pandangan hidup Batak secara turun temurun; hamoraon (kekayaan, kelimpahan materi), hagabeon (banyak keturunan) dan hasangapon (kehormatan, kemuliaan). Dengan ketiga pandangan hidup itu pula – segelintir orang Batak- kerap menghalalkan segala cara untuk mewujudkannya tanpa pertimbangan moral dan etika.
Sebagian besar dari mereka yang memilih merantau sebagai jalan hidupnya, pasti sudah sangat memikirkan nasib kedepannya dalam hidup mereka. “Jika ingin sukses, maka merantaulah”. Itu adalah sebuah optimisme yang dipegang mereka sebagai alasan untuk merantau. Karena sudah banyak sekali kenyataan yang menjawab optimisme tersebut, maka mereka berbondong-bondong mencari kota-kota tersibuk di Indonesia untuk membuktikan optimisme tersebut. Walau hanya untuk alasan pendidikan, mereka rela mencari nafkah untuk menyekolahkan anak mereka pada sekolah-sekolah dan universitas ternama di Indonesia. Khususnya di Pulau Jawa yang memang sudah sangat terkenal dengan banyak universitas negeri terbaiknya. Jika si perantau berhasil, biasanya saudara atau teman sekampung akan datang menyusul. Dan, si perantau yang sukses wajib membantu. Itu sebabnya, orang Batak di perantauan terbiasa menampung pendatang Batak di rumahnya. Dan setelah mereka mapan, mereka baru bisa membangun rumah sendiri di tempat lain.

Tidak semua orang Batak yang merantau “sukses”, survive di kota-kota besar. Orang Batak bukan hanya pengacara kondang , pejabat-pejabat terkenal, pebisnis-pebisnis handal atau wartawan-wartawan hebat dan artis-artis papan atas. Banyak juga yang menjalani pekerjaan-pekerjaan kasar sebagai seorang sopir, kondektur, buruh bangunan, pedagang kecil, pengamen dll. Ada juga perampok, pengedar narkotika, bandar judi, preman terminal, lintah darat dan pekerjaan-pekerjaan nista lain. Dan pekerjaan-pekerjaan kotor yang saya sebut terakhir – dijalani terpaksa ataupun sukarela – kerap membuat orang Batak menjadi sasaran tembak dan menyudutkan etnis Batak keseluruhan.
Meskipun demikian,  di kota yang semraut ini, masih banyak perantau Batak yang tetap memelihara nilai-nilai kearifan primordialnya, seperti moral dan etika, yang sudah mengakar dalam keseharian. Masih ada orang-orang kaya namun sederhana, berpikiran luas, dan berpendidikan bagus, namun tetap kerkehidupan dengan nilai-nilai yang sudah menjadi tatanan nilai orang Batak. Orang-orang kecil menengah banyak yang tetap berpegang teguh dalam menjalani hidup dengan santun dan berkepedulian tinggi. Mereka sungguh-sungguh menjadi anomali yang bagus ditengah arus budaya global. Orang-orang seperti inilah yang akan lebih membanggakan bagi etnis Batak daripada politisi-politisi penjilat kekuasaan. Orang-orang yang memberi perhatian pada bonapasogit jauh lebih memberi teladan daripada pejabat-pejabat korup yang memperkaya diri sendiri. Pedagang dan buruh kecil yang tekun dan ramah jauh lebih berharga dari pengusaha rakus yang menindas rakyat.


BAB III
KESIMPULAN

Merantau adalah suatu keputusan besar untuk berpindah tempat dari tanah asli batak menuju kota-kota besar di Indonesia. Pulau Jawa adalah pulau terbesar yang dihuni oleh perantau dari suku batak.
Sebagian besar dari mereka yang memilih merantau sebagai jalan hidupnya, pasti sudah sangat memikirkan nasib kedepannya dalam hidup mereka. “Jika ingin sukses, maka merantaulah”. Itu adalah sebuah optimisme yang dipegang mereka sebagai alasan untuk merantau


DAFTAR PUSTAKA



wikipedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar